“Habis gelap, terbitlah terang.”
Kalimat legendaris ini bukan sekadar kutipan, tapi semacam kompas moral dan semangat juang dari seorang perempuan luar biasa bernama R.A. Kartini. Tapi, di era sekarang—era digital, hustle culture, dan maraknya media sosial—siapa sebenarnya Kartini-Kartini masa kini itu? Yuk, kita gali lebih dalam. Bisa jadi… salah satunya adalah kamu!
Zaman Sudah Berubah, Tapi Semangatnya Masih Sama
Kartini hidup di masa ketika suara perempuan nyaris tak terdengar. Pendidikan untuk perempuan? Barang mewah. Bersuara lantang? Bisa dianggap melawan adat. Tapi Kartini melawan arus. Ia menulis, berpikir kritis, dan bermimpi besar bukan hanya untuk dirinya, tapi untuk seluruh perempuan Indonesia.
Sekarang, lebih dari seabad setelahnya, kita hidup di era yang jauh berbeda. Perempuan bisa bersekolah, bekerja, berkarya, bahkan memimpin negara. Tapi pertanyaannya: Apakah perjuangan itu sudah selesai?
Jawabannya: belum.
Kartini Masa Kini Tidak Hanya Ada di Kantor atau Parlemen
Seringkali, ketika kita membayangkan “Kartini masa kini”, yang muncul di kepala adalah sosok perempuan profesional yang mengenakan blazer, bicara di depan forum besar, atau muncul di berita TV. Tapi kenyataannya, Kartini masa kini hadir di berbagai wujud.
💡 Ibu rumah tangga yang tetap semangat mendidik anak sambil jualan online untuk bantu ekonomi keluarga.
💡 Perempuan muda yang memilih jadi petani organik, merawat bumi dan menumbuhkan pangan sehat.
💡 Content creator perempuan yang menyuarakan edukasi seksualitas, kesehatan mental, dan body positivity.
💡 Perempuan difabel yang tak menyerah dengan keterbatasan, malah jadi inspirasi banyak orang.
💡 Siswi SMA yang bikin komunitas literasi di desa terpencil.
Dan masih banyak lagi. Semangat Kartini tidak mengenal jabatan, status sosial, atau jumlah followers. Semangat itu muncul ketika seorang perempuan berani bermimpi dan bergerak, meski harus melawan arus.
Tantangan Baru, Perjuangan Baru
Kalau dulu Kartini melawan tradisi yang mengekang, sekarang Kartini masa kini menghadapi “penjara” baru:
🚫 Standar kecantikan media sosial yang bikin banyak perempuan insecure.
🚫 Double burden—harus sukses di karier, tapi juga “sempurna” di rumah.
🚫 Kesenjangan digital, di mana tidak semua perempuan punya akses ke teknologi dan informasi.
🚫 Pelecehan online, cyberbullying, hingga kekerasan dalam rumah tangga yang masih tinggi.
🚫 Stigma terhadap pilihan hidup, entah memilih menikah muda, tidak menikah, jadi ibu bekerja, atau jadi ibu rumah tangga.
Tapi… justru di sinilah menariknya.
Perjuangan perempuan hari ini lebih kompleks, tapi juga punya lebih banyak alat dan ruang untuk menyuarakan. Dan itu membuka pintu untuk semakin banyak Kartini bermunculan, dari pelosok desa sampai ibu kota, dari ruang kelas sampai ruang meeting virtual.
Jadi, Apakah Kamu Kartini Masa Kini?
Sekarang, coba jawab pertanyaan ini jujur-jujurnya:
- Apakah kamu pernah berdiri untuk kebenaran, meski suara kamu berbeda dari yang lain?
- Pernah nggak kamu bantu perempuan lain untuk berkembang, walau dalam bentuk kecil?
- Atau… pernahkah kamu bermimpi besar, lalu memantapkan langkah untuk mewujudkannya?
Kalau kamu menjawab “ya” pada salah satunya selamat, kamu adalah Kartini masa kini.
Ingat, kamu tidak harus punya gelar panjang atau posisi tinggi untuk disebut sebagai penerus semangat Kartini. Yang kamu butuhkan hanya: hati yang berani, tekad yang teguh, dan keyakinan bahwa dunia ini bisa jadi lebih baik kalau perempuan bergerak bersama.