Kalau dengar kata emansipasi, apa yang langsung terlintas di benak kamu?
Kartini? Perjuangan perempuan? Atau mungkin sekadar tanggal merah di kalender?
Well, emansipasi itu jauh lebih luas daripada sekadar peringatan tahunan atau nama jalan di kota-kota besar. Emansipasi adalah napas panjang perjuangan untuk kesetaraan, yang ternyata masih relevan banget di hari ini bahkan mungkin, lebih penting dari sebelumnya.
Dulu Emansipasi Adalah Hak untuk Belajar. Sekarang? Hak untuk Didengar.
Kalau kita mundur sedikit ke belakang ke masa di mana R.A. Kartini hidup emansipasi berarti hal sederhana tapi luar biasa: hak perempuan untuk mengenyam pendidikan. Sesuatu yang hari ini, bagi sebagian dari kita, mungkin sudah terasa “biasa”.
Tapi sekarang, emansipasi berkembang. Bukan cuma soal belajar, tapi juga hak untuk memilih karier sendiri, hak menyuarakan pendapat tanpa dibungkam, hak jadi pemimpin, bahkan hak untuk tidak selalu harus “kuat” hanya karena kamu laki-laki.
Yup, emansipasi juga berlaku untuk laki-laki. Karena bicara soal kesetaraan, artinya semua pihak saling diberdayakan, bukan saling dilabeli.
Apa Emansipasi Hanya untuk Perempuan?
Pertanyaan bagus. Jawabannya: Tidak.
Emansipasi bukan hanya tentang perempuan, tapi juga tentang bagaimana semua manusia tak peduli gender, latar belakang, orientasi, atau status sosial punya akses yang sama terhadap peluang, hak, dan pengakuan.
Laki-laki pun butuh emansipasi. Kenapa? Karena mereka juga tertekan oleh standar “laki-laki harus begini, harus begitu”. Karena menangis itu bukan kelemahan. Karena jadi ayah rumah tangga bukan aib. Karena dunia yang setara, bukan dunia yang saling menjatuhkan, tapi saling dukung.
Emansipasi di Dunia Kerja: Masih PR Besar
Yuk, kita jujur aja. Di dunia kerja, kesetaraan gender belum sepenuhnya ideal. Masih banyak yang beranggapan:
“Perempuan nanti juga resign kalau udah nikah.”
“Gaji laki-laki wajar lebih tinggi, dia kan kepala keluarga.”
“Kalau perempuan jadi atasan, pasti galak.” 😅
Dan dari situ, kita bisa lihat: stigma masih hidup. Ini jadi alarm bahwa perjuangan emansipasi belum selesai.
Tapi kabar baiknya, makin banyak perusahaan yang sadar dan mulai nge-push program inklusif: cuti ayah, fleksibilitas kerja untuk ibu menyusui, hingga mendorong perempuan naik ke level eksekutif.
Emansipasi dan Media Sosial: Antara Peluang dan Tantangan
Di era digital, semua orang bisa bersuara. Tapi, di sinilah emansipasi diuji.
Apakah kamu bisa menyuarakan opini tanpa dihujat?
Apakah perempuan bebas mengekspresikan diri tanpa dilecehkan?
Apakah laki-laki bisa bicara tentang kesehatan mental tanpa direndahkan?
Emansipasi hari ini menuntut kita untuk lebih peka, lebih bijak, dan lebih menghargai perbedaan. Karena voice itu penting, tapi respect jauh lebih penting.
Jadi… Apa Peran Kita Hari Ini?
Sekarang, bukan zamannya lagi kita cuma mengagumi perjuangan Kartini.
Hari ini, semua orang bisa jadi Kartini dalam versi mereka sendiri.
- Kalau kamu mendukung teman perempuanmu naik jabatan, kamu sedang mewujudkan emansipasi.
- Kalau kamu mendidik anak laki-laki untuk menghormati perempuan, itu juga emansipasi.
- Kalau kamu speak up saat lihat ketidakadilan kecil sekalipun yes, kamu sudah ikut berkontribusi.
Yuk, Bikin Emansipasi Lebih Bermakna!
Emansipasi itu bukan tentang siapa yang lebih unggul, tapi bagaimana semua orang punya tempat yang setara untuk berkembang.
Bukan saling adu kuat, tapi saling menguatkan.
Jadi, sekarang giliran kamu.