ArtikelHIV-AIDSRemaja

HIV Masih Ada: Mengapa Banyak Remaja Anggap Sudah Hilang?

1
×

HIV Masih Ada: Mengapa Banyak Remaja Anggap Sudah Hilang?

Share this article

Di era serba digital, banyak remaja merasa dunia ini semakin modern dan aman dari berbagai penyakit berbahaya. Informasi datang begitu cepat, dan sering kali membuat kita merasa semua masalah sudah memiliki solusinya. Sayangnya, ada satu hal yang justru terlupakan: HIV masih ada.

Banyak remaja kini menganggap HIV hanyalah “penyakit masa lalu” yang sudah jarang terdengar, atau bahkan merasa HIV sudah hilang sama sekali. Padahal, kenyataannya justru sebaliknya. HIV masih menyebar, bahkan dengan pola yang semakin beragam. Pertanyaannya, mengapa kesadaran ini mulai memudar di kalangan generasi muda?

1. Jarangnya Pemberitaan di Media

Jika kita melihat televisi, portal berita, atau bahkan media sosial, topik HIV/AIDS tidak lagi sebanyak dulu. Bandingkan dengan era 2000-an ketika kampanye tentang HIV begitu gencar dilakukan. Akibatnya, remaja masa kini tumbuh tanpa sering melihat peringatan atau edukasi tentang bahaya HIV.

Kurangnya eksposur membuat banyak orang muda berpikir bahwa HIV sudah tidak lagi menjadi ancaman serius. Padahal, fakta menunjukkan kasus baru HIV masih terus ditemukan setiap tahunnya.

2. Generasi Baru, Tantangan Baru

Remaja saat ini hidup di era teknologi, di mana informasi tentang kesehatan sering bercampur dengan hoaks. Mereka lebih banyak mendapatkan edukasi dari media sosial dibandingkan sekolah atau lembaga resmi. Tidak sedikit yang percaya bahwa HIV bisa sembuh total dengan obat tertentu, atau menganggap penyakit ini hanya menular lewat hal-hal ekstrem.

Kesalahpahaman ini membuat remaja cenderung meremehkan pencegahan. Padahal, HIV sampai sekarang belum bisa disembuhkan, meski memang sudah ada obat yang bisa menekan perkembangan virus dan membuat orang dengan HIV tetap sehat.

3. Merasa “Itu Bukan Urusan Saya”

Banyak remaja merasa HIV adalah penyakit yang hanya dialami oleh kelompok tertentu. Ada stigma yang menganggap HIV hanya menyerang orang-orang dengan gaya hidup tertentu. Padahal, siapa pun bisa terinfeksi jika melakukan perilaku berisiko.

Kesalahan berpikir seperti ini berbahaya. Karena merasa “aman”, remaja bisa abai terhadap pentingnya menjaga diri, dan akhirnya justru membuka celah bagi penularan.

4. Cara Pencegahan Sebenarnya Sederhana

Banyak yang mengira pencegahan HIV itu rumit. Padahal, kuncinya sederhana:

  • Tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah.
    Dengan menunda aktivitas seksual sampai saatnya tiba, risiko tertular HIV otomatis bisa dihindari.
  • Setia pada pasangan setelah menikah.
    Kesetiaan bukan hanya soal cinta, tapi juga perlindungan kesehatan bersama. Dengan saling menjaga, suami dan istri bisa terbebas dari risiko HIV.

Pencegahan ini adalah langkah paling aman, sehat, dan juga sejalan dengan nilai moral yang dijunjung banyak masyarakat.

5. Mengembalikan Kesadaran di Kalangan Remaja

Remaja adalah generasi penerus, sekaligus kelompok usia yang paling aktif secara sosial. Maka, kesadaran tentang HIV perlu ditanamkan kembali dengan cara yang sesuai dengan dunia mereka:

  • Edukasi lewat media sosial dengan konten kreatif.
  • Obrolan ringan di sekolah atau komunitas remaja.
  • Kegiatan interaktif yang membuat mereka merasa terlibat, bukan digurui.

HIV bukan sekadar isu kesehatan, tapi juga menyangkut masa depan generasi muda. Dengan kesadaran yang benar, remaja bisa tumbuh sehat dan berkontribusi penuh bagi bangsa.

Penutup

HIV memang tidak lagi sering dibicarakan, tapi itu bukan berarti sudah hilang. Bahayanya masih nyata, hanya saja tertutup oleh hiruk pikuk isu lain. Generasi muda perlu sadar bahwa pencegahan HIV sangat mungkin dilakukan, bahkan dengan cara paling sederhana: menunda hubungan seksual sebelum menikah, lalu setia pada pasangan setelah menikah.

HIV masih ada. Jangan tunggu terlambat untuk peduli.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *