Beberapa tahun terakhir, istilah “Friends with Benefits” (FWB) semakin populer di kalangan anak muda. Konsep hubungan ini sering digambarkan sebagai “bebas tapi tetap dekat”, yaitu dua orang berteman namun juga melakukan aktivitas seksual tanpa komitmen layaknya pasangan. Bagi sebagian orang, FWB dianggap sebagai bentuk kebebasan, solusi kesepian, atau sekadar cara bersenang-senang.
Namun, di balik kesan santai dan modern tersebut, ada risiko besar yang sering diabaikan: penularan HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS).
Mengapa FWB Rentan terhadap Risiko HIV?
- Hubungan Seksual Tanpa Komitmen
Karena tidak ada ikatan emosional yang kuat, sebagian orang dalam FWB cenderung tidak merasa perlu mendiskusikan kesehatan seksual mereka. Padahal, keterbukaan tentang riwayat seksual sangat penting untuk mencegah risiko penularan HIV. - Berganti-ganti Pasangan
Budaya FWB seringkali tidak eksklusif. Artinya, seseorang bisa memiliki lebih dari satu teman dengan “benefits”. Kondisi ini memperbesar kemungkinan terpapar HIV atau IMS, apalagi jika salah satu pasangan tidak sadar bahwa dirinya sudah terinfeksi. - Rendahnya Penggunaan Kondom
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak orang yang menjalani hubungan FWB enggan menggunakan kondom dengan alasan “sudah saling percaya”. Padahal, kepercayaan tidak bisa menggantikan perlindungan medis dari infeksi menular. - Minim Edukasi dan Pemeriksaan Rutin
Kesadaran untuk tes HIV secara berkala masih rendah, terutama di kalangan anak muda. Akibatnya, seseorang bisa saja positif HIV tanpa mengetahuinya, lalu menularkan kepada pasangan FWB mereka.
Fakta Tentang HIV di Indonesia
Data Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa angka kasus HIV masih cukup tinggi, khususnya di kalangan usia produktif (15–29 tahun). Hubungan seksual berisiko, termasuk tanpa kondom dan berganti pasangan, menjadi salah satu jalur penularan terbesar.
Yang sering terlupakan adalah, HIV tidak hanya menular melalui hubungan seksual dengan pasangan resmi atau pekerja seks. Hubungan yang dianggap “santai” seperti FWB pun punya risiko sama besarnya jika tanpa proteksi.
Dampak yang Sering Dianggap Sepele
Banyak orang yang memandang FWB hanya dari sisi kesenangan, tanpa memikirkan konsekuensinya. Berikut beberapa dampak nyata yang sering diremehkan:
- Kesehatan fisik: Risiko HIV, gonore, sifilis, herpes genital, hingga hepatitis B dan C.
- Kesehatan mental: Rasa cemas, takut tertular, bahkan trauma setelah mengetahui diri atau pasangan terinfeksi.
- Sosial: Stigma dan diskriminasi yang masih kuat terhadap orang dengan HIV (ODHIV), sehingga bisa memengaruhi kehidupan sehari-hari.
Bagaimana Melindungi Diri Jika Memilih FWB?
Bukan tugas saya untuk menghakimi pilihan gaya hidup seseorang. Namun, yang terpenting adalah kesadaran akan risiko dan langkah pencegahan. Jika seseorang memilih menjalani FWB, beberapa hal wajib dilakukan untuk mengurangi risiko HIV:
- Selalu gunakan kondom setiap kali berhubungan seksual.
- Lakukan tes HIV secara rutin minimal setiap 6 bulan sekali.
- Diskusikan kesehatan seksual dengan jujur bersama pasangan FWB.
- Pahami tanda-tanda IMS dan segera periksa ke layanan kesehatan bila ada gejala mencurigakan.
- Pertimbangkan penggunaan PrEP (Pre-Exposure Prophylaxis), obat pencegah HIV yang efektif jika diminum sesuai aturan.
Penutup: Jangan Remehkan Risiko
Budaya FWB mungkin terlihat modern, praktis, dan menyenangkan. Namun, kebebasan selalu datang dengan tanggung jawab. HIV bukan sekadar isu kesehatan orang lain risikonya nyata, bisa menimpa siapa saja, tanpa memandang status, pekerjaan, atau orientasi seksual.
Maka, jika Anda atau orang di sekitar memilih untuk menjalani hubungan tanpa komitmen seperti FWB, pastikan edukasi, proteksi, dan tes kesehatan menjadi prioritas. Jangan biarkan gaya hidup “santai” justru merenggut masa depan.
Karena pada akhirnya, menikmati hidup itu penting, tapi menjaga kesehatan jauh lebih penting.