ArtikelRemaja

Tren Traveling & “One Night Stand”: Ancaman HIV di Balik Petualangan

1
×

Tren Traveling & “One Night Stand”: Ancaman HIV di Balik Petualangan

Share this article

Traveling sudah menjadi gaya hidup banyak orang, terutama generasi muda yang haus akan pengalaman baru. Dari backpacker ke luar negeri, trip singkat ke Bali, sampai city tour di kota-kota besar—perjalanan bukan lagi sekadar melepas penat, melainkan ajang eksplorasi diri, bertemu orang baru, hingga membangun jejaring sosial.

Namun, ada satu fenomena yang kian sering muncul di balik tren traveling: “one night stand”. Istilah ini merujuk pada hubungan seksual singkat yang biasanya terjadi spontan tanpa ikatan emosional. Banyak traveler menganggapnya sebagai bagian dari “pengalaman seru” atau “kenangan sekali seumur hidup”. Tetapi, di balik itu, ada ancaman serius yang sering diabaikan: risiko penularan HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS).

1. Traveling: Euforia yang Bisa Membutakan

Saat berada di destinasi baru, suasana liburan membuat banyak orang lebih rileks, lebih berani, bahkan cenderung abai pada hal-hal yang biasanya diperhitungkan. Alkohol, pesta malam, hingga dorongan “YOLO” (You Only Live Once) sering menjadi pemicu keputusan impulsif.

Dalam kondisi itu, perilaku seksual berisiko seperti berhubungan tanpa kondom dengan orang yang baru dikenal bisa saja terjadi. Traveler mungkin berpikir, “Ah, hanya sekali, tidak akan apa-apa.” Padahal, justru di momen seperti itu risiko penularan HIV meningkat drastis.

2. One Night Stand & HIV: Kenyataan yang Tak Bisa Dipungkiri

Data menunjukkan, hubungan seks tanpa kondom masih menjadi jalur utama penularan HIV di seluruh dunia. “One night stand” sering kali dilakukan tanpa persiapan, sehingga penggunaan kondom pun terabaikan.

Selain HIV, risiko lain yang mengintai adalah IMS seperti sifilis, gonore, klamidia, hingga herpes genital. Semua penyakit ini bisa menular hanya dengan sekali kontak seksual. Lebih berbahaya lagi, banyak orang yang sudah terinfeksi HIV tidak menunjukkan gejala bertahun-tahun, sehingga tidak ada yang bisa menjamin pasangan singkat Anda benar-benar sehat.

3. Mengapa Traveler Rentan?

Beberapa faktor yang membuat traveler rentan terhadap HIV dan IMS adalah:

  • Lingkungan Baru: berada di tempat asing membuat seseorang lebih mudah terbawa suasana.
  • Alkohol & Narkoba: menurunkan kesadaran, membuat orang sulit berpikir jernih.
  • Keterbatasan Informasi: tidak semua destinasi menyediakan akses edukasi kesehatan seksual.
  • Perasaan “aman sementara”: banyak orang berpikir, “Saya hanya singgah sebentar, risikonya kecil,” padahal sekali kontak bisa fatal.

4. Dampak Nyata Jika Terinfeksi

HIV bukan sekadar penyakit biasa. Sekali terinfeksi, virus ini akan terus tinggal dalam tubuh seumur hidup. Memang benar, kini ada terapi ARV (antiretroviral) yang bisa menekan jumlah virus hingga ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) tetap bisa hidup sehat. Tetapi itu berarti harus minum obat setiap hari, seumur hidup.

Selain itu, stigma sosial masih menjadi tantangan besar. Banyak orang dengan HIV merasa dikucilkan, kehilangan pekerjaan, atau sulit menjalin hubungan baru. Semua ini bisa bermula hanya dari satu keputusan impulsif saat traveling.

5. Pencegahan: Bijak di Tengah Petualangan

Traveling tetap bisa menjadi pengalaman menyenangkan tanpa mengorbankan kesehatan. Berikut beberapa langkah pencegahan yang bisa diterapkan:

  • Batasi Alkohol & Narkoba: jangan biarkan diri kehilangan kontrol.
  • Kenali Risiko: jangan anggap remeh “sekali saja”, karena itulah celah terbesar penularan HIV.
  • Lakukan Tes HIV: setelah melakukan hubungan berisiko, segera lakukan tes untuk memastikan kondisi kesehatan Anda.
  • Pahami PrEP & PEP: obat pencegahan HIV (PrEP dan PEP) kini sudah tersedia di Indonesia, bisa jadi opsi perlindungan tambahan.

6. Pesan Penutup: Petualangan Tak Harus Membawa Penyesalan

Traveling adalah cara indah menikmati hidup, memperluas wawasan, dan menemukan diri. Tetapi jangan sampai kebahagiaan sementara berubah menjadi ancaman seumur hidup.

“One night stand” mungkin terdengar seru di cerita perjalanan, tetapi risiko HIV dan IMS bukanlah hal yang bisa dianggap enteng. Bijaklah dalam mengambil keputusan. Karena sejatinya, petualangan terbaik adalah yang tetap meninggalkan kenangan indah tanpa harus membawa penyesalan di masa depan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *