ArtikelRemaja

Trauma Kekerasan Seksual: Risiko HIV yang Harus Dibicarakan

1
×

Trauma Kekerasan Seksual: Risiko HIV yang Harus Dibicarakan

Share this article

Pernahkah kamu membayangkan betapa beratnya beban yang dialami seseorang setelah menjadi korban kekerasan seksual? Luka yang ditinggalkan bukan hanya soal fisik, tapi juga batin yang begitu dalam. Trauma, rasa takut, perasaan bersalah, hingga stigma dari lingkungan sering kali membuat korban memilih diam. Padahal, ada risiko kesehatan yang tidak kalah serius dan harus segera ditangani: penularan HIV.

Ya, ini topik yang seringkali dianggap “tabu” untuk dibicarakan. Tapi justru karena banyak yang enggan membahas, korban jadi semakin rentan. Jadi, mari kita kupas bersama dengan cara yang sederhana, jujur, dan penuh empati.

1. Luka yang Tak Terlihat: Trauma Psikologis + Risiko Kesehatan

Korban kekerasan seksual biasanya terjebak dalam dua hal sekaligus:

  • Trauma psikologis seperti rasa takut, depresi, bahkan PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder).
  • Risiko kesehatan fisik, salah satunya tertular HIV dan infeksi menular seksual (IMS) lainnya.

Mengapa begitu? Karena kekerasan seksual sering melibatkan hubungan tanpa persetujuan, tanpa pengaman, dan dengan kekerasan fisik. Kondisi tersebut meningkatkan kemungkinan luka pada area genital sehingga virus HIV lebih mudah masuk ke dalam tubuh.

2. Kenapa Korban Jarang Bicara?

Coba bayangkan posisi korban. Mereka sering dihantui pertanyaan-pertanyaan seperti:

  • “Kalau aku cerita, siapa yang akan percaya?”
  • “Apa nanti aku malah disalahkan?”
  • “Apa aku akan dihakimi?”

Rasa malu, takut di-stigma, bahkan ancaman dari pelaku membuat korban memilih bungkam. Padahal, waktu sangat krusial untuk mencegah risiko kesehatan.

Tahukah kamu? Pencegahan HIV pasca pajanan (PEP) hanya bisa efektif jika dilakukan maksimal 72 jam setelah kejadian. Artinya, semakin lama korban diam, semakin tinggi risiko yang mereka hadapi.

3. Pentingnya Edukasi: HIV Bukan Sekadar Penyakit, Tapi Isu Kemanusiaan

Banyak orang masih salah paham tentang HIV. Ada yang menganggapnya “kutukan”, ada pula yang percaya HIV hanya menyerang kelompok tertentu. Faktanya, siapapun bisa berisiko, termasuk korban kekerasan seksual.

Edukasi publik menjadi sangat penting. Kita perlu mengubah pola pikir masyarakat:

  • Jangan lagi menyalahkan korban.
  • Jangan diam saat melihat kasus kekerasan.
  • Jangan tutup mata pada risiko HIV yang nyata.

4. Apa yang Bisa Dilakukan Setelah Kekerasan Seksual?

Kalau kamu, atau seseorang yang kamu kenal, mengalami kekerasan seksual, berikut langkah darurat yang sebaiknya dilakukan:

  1. Cari pertolongan medis secepat mungkin. Mintalah pemeriksaan HIV, IMS, serta diskusikan soal PEP dengan tenaga kesehatan.
  2. Laporkan ke pihak berwenang. Kekerasan seksual adalah tindak kriminal, bukan aib.
  3. Cari pendampingan psikologis. Trauma tidak bisa diabaikan, butuh ruang aman untuk bicara dan pulih.
  4. Hubungi lembaga pendamping. Di banyak kota sudah ada layanan krisis, LSM, maupun KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) yang siap mendukung.

5. Mari Jadi Bagian dari Solusi

Bayangkan jika kita sebagai teman, keluarga, atau masyarakat mau membuka telinga dan hati untuk mendengar korban. Dukungan kecil seperti kalimat:

  • “Aku percaya padamu.”
  • “Kamu tidak sendiri.”
  • “Kesehatanmu lebih penting, ayo cari bantuan bersama.”

… bisa jadi penyelamat nyawa. Bukan hanya meringankan trauma, tapi juga mencegah risiko HIV di masa depan.

Penutup: Saatnya Berani Bicara

Kekerasan seksual memang meninggalkan luka dalam. Tapi membicarakan risiko HIV bukanlah bentuk menambah beban, melainkan langkah untuk melindungi korban. Semakin kita berani bicara, semakin banyak nyawa yang bisa terselamatkan.

Jadi, kalau kamu membaca artikel ini, jangan berhenti di sini. Bagikan pengetahuan ini. Bisa jadi ada seseorang di luar sana yang diam-diam butuh informasi dan dukunganmu. Karena pada akhirnya, melindungi korban kekerasan seksual dan mencegah penularan HIV adalah tanggung jawab kita bersama.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *