Pernahkah kamu mendengar istilah broken home?
Ya, ini adalah istilah yang sering kita temui ketika sebuah keluarga tidak lagi berjalan harmonis, entah karena perceraian, konflik berkepanjangan, atau hilangnya figur orang tua yang seharusnya hadir memberikan kasih sayang dan rasa aman.
Buat sebagian orang, luka batin akibat broken home hanya dianggap masalah biasa—“ah, nanti juga sembuh sendiri.” Padahal, luka yang tak terlihat ini bisa berdampak panjang. Bahkan, tanpa disadari, bisa menyeret seseorang pada perilaku berisiko, termasuk risiko terpapar HIV.
Luka Batin yang Tak Terucapkan
Bayangkan seorang anak yang tumbuh tanpa dukungan emosional yang cukup. Rumah yang seharusnya menjadi tempat ternyaman, justru menjadi sumber stres, amarah, dan ketidakpastian. Dalam kondisi itu, banyak anak atau remaja mencari pelarian:
- Ada yang lari ke pergaulan bebas,
- Ada yang mencoba alkohol atau narkoba,
- Ada juga yang mencari validasi lewat hubungan seks tanpa perlindungan.
Mereka mungkin tak benar-benar paham risiko yang menanti. Yang mereka tahu hanyalah: “Aku ingin diterima, aku ingin dicintai, aku ingin melupakan sakit ini.”
Sayangnya, justru di situlah pintu risiko terbuka lebar.
Broken Home dan Jalan Menuju Risiko HIV
HIV tidak datang begitu saja. Ia seringkali hadir lewat pilihan-pilihan yang diambil dalam keadaan rapuh. Anak muda dari keluarga broken home lebih rentan:
- Pergaulan tanpa kontrol – Ketika rumah tidak lagi jadi tempat nyaman, banyak yang mencari kenyamanan di luar, bahkan di lingkungan yang salah.
- Kurangnya edukasi seksual – Komunikasi yang minim dengan orang tua membuat mereka mencari jawaban sendiri, kadang lewat internet atau teman sebaya yang sama-sama belum paham.
- Penggunaan narkoba suntik – Sebagian memilih melarikan diri lewat obat-obatan, dan berbagi jarum suntik menjadi jalur penularan HIV yang nyata.
- Hubungan tanpa proteksi – Seks bebas tanpa kondom bukan hanya soal kehamilan tak diinginkan, tapi juga pintu masuk virus berbahaya seperti HIV dan IMS lainnya.
Jangan Salah, Luka Bisa Disembuhkan
Kabar baiknya, luka batin bukan akhir segalanya. Kamu yang mungkin berasal dari keluarga broken home tetap punya kendali atas hidupmu. Rasa sakit memang nyata, tapi masa depan tetap ada di tanganmu.
👉 Cari teman atau komunitas yang sehat,
👉 Jangan ragu konsultasi dengan konselor atau psikolog,
👉 Edukasi dirimu soal kesehatan reproduksi, HIV, dan cara pencegahannya,
👉 Ingat: memakai kondom, melakukan tes HIV secara rutin, dan menjauhi narkoba suntik adalah langkah kecil yang bisa menyelamatkan masa depanmu.
Saatnya Bicara Terbuka
Kalau kamu merasa hidupmu sedang di persimpangan jalan, jangan biarkan rasa sepi dan luka batin menenggelamkanmu. Bicara dengan orang yang kamu percaya. Terkadang, satu percakapan sederhana bisa menyelamatkanmu dari risiko besar.
Karena pada akhirnya, broken home memang meninggalkan luka, tapi bukan berarti kita harus ikut “broken” sepanjang hidup. Luka bisa jadi kekuatan, asal kita berani menghadapinya dan memilih jalan yang sehat.
✨ Jangan biarkan luka batin membawamu ke arah yang salah. Kamu berhak punya masa depan sehat, bebas HIV, dan penuh harapan.