ArtikelRemaja

Tren “FOMO” di Kalangan Remaja: Apakah Bisa Berujung pada Risiko HIV?

1
×

Tren “FOMO” di Kalangan Remaja: Apakah Bisa Berujung pada Risiko HIV?

Share this article

Pernah nggak sih kamu merasa takut ketinggalan momen seru bareng teman-teman? Misalnya, pas lihat story Instagram geng kamu lagi nongkrong rame-rame, atau pas ada konser artis favorit yang semua orang bahas tapi kamu nggak bisa datang. Nah, perasaan itu ada istilahnya, yaitu FOMO (Fear of Missing Out).

Di era media sosial sekarang, FOMO jadi tren yang kuat banget di kalangan remaja. Rasanya kayak ada “tekanan tak terlihat” untuk selalu update, selalu ikut, dan jangan sampai ketinggalan momen. Tapi, tahukah kamu kalau FOMO ini bisa bikin kita terjebak dalam keputusan yang berisiko, bahkan sampai membuka peluang terhadap hal-hal serius seperti penularan HIV?

Apa Sih FOMO Itu?

FOMO bukan sekadar takut nggak diajak atau ketinggalan kabar. Lebih dalam, FOMO bisa bikin seseorang:

  • Susah nolak ajakan, meski sebenarnya nggak mau.
  • Ngerasa harus selalu eksis, biar dianggap gaul.
  • Berani coba hal-hal baru tanpa mikir panjang, biar nggak dicap “katro” atau “kurang update”.

Masalahnya, kalau hal ini menyangkut gaya hidup bebas atau pergaulan berisiko, FOMO bisa jadi pintu masuk ke perilaku yang rawan HIV.

Kok Bisa FOMO Berhubungan dengan Risiko HIV?

Mari kita tarik benang merahnya. Saat FOMO menguasai, banyak remaja akhirnya terdorong untuk:

  1. Ikut pesta tanpa pikir panjang
    “Ah, semua temen gue ikut, masa gue enggak?” – lalu akhirnya terjebak di lingkungan dengan minuman beralkohol, narkoba, atau seks bebas.
  2. Enggan bilang ‘tidak’
    Karena takut dibilang nggak asik, remaja bisa sulit menolak ajakan teman, meski ajakannya berisiko.
  3. Tergoda mencoba hal baru
    FOMO sering bikin penasaran untuk “coba sekali aja”, entah itu seks tanpa kondom atau sharing jarum suntik. Padahal, risiko penularan HIV di situ sangat tinggi.
  4. Overthinking kalau nggak ikutan
    FOMO bikin cemas berlebihan. Saat itu, logika sering kalah sama rasa takut “nggak dianggap bagian dari circle”. Akhirnya, keputusan yang diambil lebih emosional ketimbang rasional.

Data Bicara: Remaja & HIV

Menurut laporan UNAIDS, remaja dan dewasa muda termasuk kelompok rentan dalam penularan HIV. Kenapa? Karena mereka berada di fase eksplorasi, ingin mencoba hal-hal baru, dan kadang kurang dapat informasi kesehatan seksual yang benar.

Di Indonesia sendiri, tren infeksi baru HIV masih ditemukan di kalangan usia produktif (15–24 tahun). Artinya, kalau FOMO tidak diimbangi kesadaran, risikonya nyata.

Jadi, Gimana Cara Mengelola FOMO Biar Nggak Berisiko?

Tenang, bukan berarti kamu harus jadi antisosial atau menutup diri. FOMO bisa dikelola dengan cara sehat kok!

  1. Belajar bilang “tidak”
    Menolak bukan berarti nggak asik. Justru kamu keren kalau bisa jaga diri sendiri.
  2. Pilih circle yang positif
    Teman yang beneran peduli sama kamu nggak akan ngajak ke hal-hal berisiko.
  3. Cari alternatif kegiatan seru
    Nggak semua keseruan ada di pesta. Banyak momen berharga yang bisa bikin kamu “on trend” tanpa risiko, misalnya volunteer, komunitas kreatif, atau olahraga bareng.
  4. Bekali diri dengan pengetahuan
    Ngerti soal HIV, cara penularan, dan pencegahan bikin kamu lebih siap mengambil keputusan cerdas.
  5. Ingat: self-worth lebih penting daripada validasi sosial
    Kamu nggak butuh pembuktian lewat ikut-ikutan. Eksistensi asli datang dari kualitas diri, bukan dari seberapa sering nongol di story orang lain.

Intermezzo: Coba Tanya Diri Kamu

  • Pernah nggak kamu melakukan sesuatu hanya karena takut ketinggalan?
  • Kalau iya, apa itu bener-bener keinginan kamu, atau cuma biar dianggap keren?
  • Kalau suatu ajakan itu berisiko, apa kamu siap dengan konsekuensinya?

Penutup: Berani Asik Tanpa Risiko

FOMO itu wajar, semua orang pernah ngerasain. Tapi, yang bikin beda adalah gimana kita menyikapinya. Jangan sampai rasa takut ketinggalan bikin kita justru kehilangan sesuatu yang jauh lebih penting: kesehatan, masa depan, bahkan hidup kita sendiri.

Yuk, jadi remaja yang cerdas dalam memilih. Ingat, seru itu bukan berarti harus berisiko. Kamu bisa tetap asik, tetap update, tetap keren, tanpa harus membuka peluang pada HIV.

Pilihan ada di tangan kamu. Jadi, mau sekadar ikutan, atau mau tetap sehat dan punya kendali atas hidup sendiri?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *